31 Maret 2014

Akhirnya, Novel Layak Terbit!

Holaaa~ Lama tak jumpa! Ada kabar baik di bulan Maret kemarin loh. Mau tau apa kabar baiknya? Penasaran? Yuk cuss~

Jadi begini, di tengah kesibukan gue akhir-akhir ini dengan skripsi, hal yang tak terduga datang menghampiri gue. Kala itu siang hari, gue lupa lagi ngapain, yang gue inget lagi siap-siap mau ke kampus. Tiba-tiba ada pesan masuk di inbox facebook. Kebetulan orang yang kirim pesan itu nggak gue kenal. Setelah gue baca, intinya orang itu memperkenalkan diri sebagai editor fiksi di Gramedia Pustaka Utama dan memberitahu gue bahwa naskah gue yg berjudul JURNALIS IDOLA, layak terbit.

Wow~

Hening sejenak. Berkali-kali gue baca pesan itu. Percaya nggak percaya. Tapi seneng juga sih.. Bayangkan saja! Novel JURNALIS IDOLA adalah novel yang gue kirim (bahkan gue antar sendiri ke kantor Gramedia Pustaka Utama) saat SMA kelas 2. Itu tuh sudah 5 tahun yang lalu. Nggak nyangka banget (sampai detik ini gue nulis blog) kalau naskah yg gue tulis itu bener-bener akan diterbitkan sebentar lagi. Gue beneran akan jadi penulis. Itu cita-cita gue sejak SMP!

Kegembiraan datang begitu cepat. Begitu kesepakatannya sang editor meminta gue untuk mengirimkan soft copy naskah via email, gue langsung kalang kabut! Masalahnya, novel itu sudah nggak punya soft copy-nya lagi. Sudah hilang entah ke mana. Jarak 5 tahun yang gak sebentar, membuat gue sudah berkali-kali ganti flasdisk bahkan komputer. Untungnya gue inget, kalau gue punya hardcopy-nya 1 eksemplar di rumah. Alhamdulillah... beneran masih ada. Inilah alasan mengapa gue selalu menolak perintah bokap gue untuk membuang segala macam kertas yg tak terpakai di kamar. Sebab di kamar gue, banyak banget berkas penting! Salah satunya hardcopy naskah ini.

Gue pikir... novel itu sudah resmi ditolak karena sudah lebih dari dua tahun nggak ada kabar. Ternyata dari pihak editor memang sudah sejak lama ingin menghubungi gue. Sayangnya, naskah gue terselip dan kelewat, terlebih lagi mereka kehilangan biodata gue katanya. Jadi mereka kesulitan untuk menghubungi gue. Awalnya gue takut ini penipuan. Tapi lagi-lagi pacar gue menyemangati dan berkata bahwa nggak mungkin ini penipuan, buat apa mereka tetap mencari gue sampai rentang waktu lima tahun berlalu? Setelah gue pikir-pikir, iya juga ya...

REZEKI EMANG NGGAK KE MANA!

Syukur alhamdulillaaaaahhh banget! Ini cita-cita terbesar gue loh *salah satunya* bahkan gue juga pernah bilang pokoknya sebelum nikah, gue harus bisa nerbitin satu buku dan buku itu mejeng di toko buku. Bener-bener ajaib! Mimpi gue sebentar lagi jadi nyata. Sebenernya sudah jadi nyata sih... tinggal pengesahan dan bukti konkretnya aja hihihi :p

Berhubung gue gak punya soft copy untuk dikirim via email, akhirnya gue meminta tolong beberapa temen kampus untuk bantu ngetik ulang naskah gue. Alhamdulillah, seminggu kelar 150-an halaman :D Nah sekarang, naskah gue lagi proses pengeditan katanya hihihi. Gue masih nggak nyangka deh beneran, kok bisa ya naskah gue terpilih sebagai naskah yang layak terbit? Bahkan gue saja lupa itu ceritanya seperti apa. Dan setelah gue baca-baca lagi, ya ampuuuuun, kisahnya memang teenlit banget hahaha *maklum itu ditulis saat SMA*

Doa gue, semoga novel gue ini cepet terbit, mejeng di rak buku, laris di pasaran, banyak tawaran talkshow *haha ngarep* dan seiring dengan itu, skripsi gue juga selesai berbarengan. AMIIIIIN! :D

Buat kamu-kamu yg baca postingan saya ini, jangan lupa nanti mampir ke Gramedia ya, terus beli novel saya hihihi. Semoga nanti di postingan berikutnya, bentuk konkret novelnya sudah bisa dipublish! Yeah! :D

Quotes kali ini:
Nggak ada yang nggak mungkin! Percaya deh kalau semua mimpi itu bisa jadi nyata! :D

Salam,
@wawawisky

8 Maret 2014

Analogi Rasa by Sekar Sriwedari

Aku melihatmu 
Dalam tiap sore yang diberikan malam
Pada lagu persembahan
Cahaya untuk kelam
Pada tiap memar dalam keluhan

Aku melupakanmu
Seperti api yang terbakar abu
Seperti musim semi
Yang merayu layu
Seperti merah muda dalam duka

Reff:
Aku membutuhkanmu untuk apa saja
Seperti jantung yang penuh detaknya
Seperti mata dan udara
Kapan saja terasa


lyrics: Sekar Sriwedari
vocal: Indah @nurrind_sassal
gitar: Tera @terragila
bass: Harris @oct_harris
violin: Rizky @rramadhani
drum: Tyo @setiyo40
keybord & backing vocal: Fergi @Ferginadira


Download lagunya di sini.
Follow Twitter @SekarSriwedari di sini.

6 Maret 2014

Perpus UI (Mulai) Nggak Aman Karena Banyak "Volunteer"

Saya mau cerita sedikit mengenai pengalaman tidak enak di kampus sendiri. Saya mahasiswa UI angkatan 2010 yang sering sekali berkunjung ke Perpustakaan UI. Sejak awal perpustakaan ini dibangun, saya merasa nyaman-nyaman saja berkunjung ke sini. Tapi beberapa hari terakhir, saya merasa kuatir dan tidak nyaman jika berkeliaran di Perpus UI. Mengapa? Begini ceritanya.

Saat itu hari Jumat (sekitar akhir bulan Februari), saya sedang bertemu dengan teman SMA saya yang kebetulan tidak berkuliah di UI. Mereka ingin sekali melihat-lihat dan berkunjung ke Perpustakaan UI. Kami bertiga, cewek semua, kebetulan sedang menikmati sore di Taman Lingkar perpus. Setelah dirasa cukup ngobrol tralala-trilili, akhirnya kami memutuskan untuk masuk ke dalam perpus.

Kami baru saja bangkit dari duduk, tiba-tiba ada dua orang mencegat kami. Satu orang laki-laki dan satu orang perempuan. Kami sempat diminta waktu sebentar untuk diberikan informasi oleh mereka. Awalnya, saya biasa saja. Saya berpikir mungkin mereka mahasiswa UI yang sedang mengadakan kegiatan kampus dan ingin berbagi cerita atau semacam memberikan info tentang acara mereka. Oleh karena itu, saya menerima kehadiran mereka dan mengajak kedua teman saya duduk kembali.

Dua orang itu mulai memperkenalkan diri kepada kami bertiga. Si cowok yang menjadi jubirnya, mengatakan bahwa mereka adalah mahasiswa dari salah satu kampus swasta di Depok (yang letak kampusnya nggak sebelahan dengan UI itu loh, agak diujung jalan Margonda). Mereka juga memulai cerita mereka dengan membawa-bawa suatu komunitas yang peduli dengan kanker (saya lupa dia nyebut nama komunitas itu apa). Si cowok juga menyebut-nyebut salah satu penderita kanker bernama Rizki, katanya masih balita, sakitnya sudah lama, parah, dan bla bla bla dan seterusnya.

Saya mulai sadar bahwa mereka bukan mahasiswa UI yang sedang mempromosikan acara kampus. Tapi orang luar, yang saya tidak kenal, seperti "volunteer" kanker. Sejak itu juga, saya pun sadar, pasti ujung-ujungnya pasti saya diharapkan memberikan sumbangan untuk membantu pengobatan. TAPI, ternyata sumbangan yang mereka harapkan itu JAUH berbeda dengan yang saya pikirkan.

Kedua "volunteer" ini mengatakan bahwa mereka ingin sekali kami bertiga "membantu pengobatan Rizki" dengan cara membeli sebuah buku kecil, panjang, dan berwarna pink biru, mirip seperti buku kwitansi tetapi lebih tebal, dan saya tidak tahu apa isi buku itu, dengan seharga Rp. 100.000 per buku. Ia juga menambahkan begini, "Yah masa sih Kakak untuk beli minuman di Starbucks saja sanggup, untuk membantu pengobatan Rizki tidak mau menyisihkan uangnya. Apalagi kan Rizki tidak bisa setiap hari merasakan seperti yg kalian rasakan. Cuma seratus ribu rupiah kok Kak, bukunya masih tersisa lima. Kalau Kakak mau beli satu atau lima-limanya juga boleh kok. Dengan senang hati."

Sontak, saya dan kedua sahabat saya kaget mendengarnya. Salah seorang teman saya sempat nyeletuk sambil tertawa kecil, katanya, "Wah, kalau segitu mah, kita nggak punya uang. Bahkan bawa uang hari ini saja nggak sampai segitu."

Ternyata ucapan teman saya itu dibalas oleh si "volunteer" ini, katanya, "Yaa mungkin bisa patungan. Kalian kan bertiga. Jadi bisa beli satu atau dua, mungkin. Masa sih nggak pengen bantu sama sekali."

Di sini saya mulai nggak nyaman dengan cara dan arah bicara si "volunteer" ini. Hmm... terkesan agak memaksa dan bagi mereka pokoknya kami harus memberikan mereka uang senilai Rp. 100.000. Kami bertiga mulai berpandang-pandangan dengan tatapan saling bertanya. Sementara dari awal saya sudah bertekad jika memang kedua "volunteer" ini meminta sumbangan, saya akan memberi seikhlasnya dan tidak sejumlah seratus ribu rupiah atau malah ya tidak memberikan sama sekali. Awalnya saya sudah berniat baik, tapi karena adanya kesan pemaksaan ini membuat saya jadi malas untuk membantu. Bukannya pelit atau bagaimana, caranya ini loh...

Karena kedua "volunteer" ini terus nyerocos dengan rayuan-rayuan dan kata-kata seperti memojokkan kami (seperti "masa sih anak UI yang banyak duit nggak mau bantu? nggak mau ngasih duit seratus ribu doang? pelit banget!"), apalagi mereka juga mengatakan "Yaa seikhlasnya juga boleh kok, Kak.. Masa sih sudah seikhlasnya saja nggak ngasih juga.." akhirnya saya putuskan untuk angkat suara. Saya katakan pada mereka bahwa kami kemungkinan akan membantu, tetapi tidak untuk membeli buku seharga seratus ribu itu. Kami bertiga putuskan untuk patungan dan memberikan mereka setengah harga.

Tapi jangan salah, setelah diberikan lima puluh ribu saja mereka masih membujuk-bujuk agar kami memberikan setengahnya lagi. Katanya, "Tanggung loh lima puluh ribu lagi." Dengan segera saya katakan, "Tidak, terima kasih. Ini bantuan dari kami." dengan nada sopan dan sedikit tegas. Usai dapat uang, akhirnya mereka mengucapkan terima kasih dan berbasa-basi sebelum akhirnya pergi.

Saya sempat merasa tidak enak sekali dengan kedua teman saya yang baru pertama kali ke Perpustakaan UI, justru tersuguhkan dengan keadaan seperti itu. Bagi saya pribadi, saya cukup kaget mengalaminya. Karena tak biasanya di UI ada kejadian seperti itu. Kasar-kasarnya anak UI membutuhkan sumbangan untuk suatu acara atau kegiatan, biasanya lewat berjualan. Tidak seperti "volunteer" yang saya rasa abal-abal. Entahlah dari awal saya juga tidak tahu apakah mereka betulan volunteer atau bohongan.

Sebab, kejadian seperti ini tidak hanya sekali menimpa saya. Untuk kedua kalinya saya didatangi lagi salah satu dari mereka. Kali ini saya sedang di dalam perpus lantai bawah depan Times, sedang menunggu teman ke toilet. Memang, kondisi saya saat itu sedang melamun. Memikirkan banyak hal. Tiba-tiba ada yang datang meminta waktu sebentar karena ingin memberikan informasi, Saya kira tadinya orang luar yang kesasar di perpustakaan UI. Sebab tidak sekali dua kali, orang bingung jika berjalan-jalan di perpus semegah ini.

Orang ini berperawakan seperti mahasiswa, makanya saya tidak berpikir macam-macam. Hingga akhirnya dia menyebut YKI, Yayasan Kanker Indonesia katanya. Hingga akhirnya ia menyebut nama Rizki, seorang balita yang sedang mengidap kanker, langsung saja saya potong ceritanya. "Oh, Rizki? Adek kecil yg sakit kanker itu? Waktu itu juga ada yang datang ke saya seperti anda."

Agaknya dia kaget. Dia justru balik bertanya, "Oh kakak sudah pernah ya? Beli buku ini? Waktu itu kakak nyumbang berapa?"

Dalam hati, saya bingung. Apa pantas orang ini bertanya saya menyumbang berapa rupiah saat itu? Agaknya tidak etis ya... Karena saya sudah tau siapa dia dan orang ini mau apa, tanpa berlama-lama membuat mulutnya berbusa, saya langsung bilang bahwa saya tidak memberi sumbangan untuk kali ini. Saya langsung lihat raut wajah kecewa dan sedikit kesal dari orang itu. Tapi masa bodo lah! Toh, hak saya ingin memberikan sumbangan atau tidak. Apalagi saat itu saya sedang diburu waktu.

Inilah cuplikan cerita pengalaman saya yang membuat saya jadi merasa tidak nyaman dan tidak aman di kampus sendiri. Terlebih di perpus UI. Pengalaman yang tidak sekali dan cukup atau malah amat menganggu. Mungkin jika mereka "meminta" sumbangan dengan cara baik-baik, tentu akan lebih enak memberikannya. Tapi kalau caranya memaksa dan dipatok harga seperti ini, ya... kurang etis dan harus dicurigai.

Pesan saja, bagi yang membaca postingan ini, terlebih lagi anak UI, untuk lebih berhati-hati di kampus. Kalau bisa jangan jalan sendirian, minimal berdua atau bertiga dengan teman. Jangan bengong, karena mereka senang kayaknya mendekati orang-orang yang lagi sendirian terus bengong pula. Intinya lebih waspada saja sama orang-orang dengan ciri-ciri "volunteer" ini. Dan diharapkan juga untuk petugas-petugas keamaan di UI, agar lebih menindaklanjuti kasus ini. Karena saya yakin, kalau yang mengalami bukan hanya saya.


Salam saya,
Rara Indah (Mahasiswa FIB UI)